Perubahan Lanskap Ekonomi Jambi: Dari Kota ke Pinggiran, dari Tradisional ke Modern

Senin, 10 November 2025 - 17:02:46 WIB

*) Oleh: Yulfi Alfikri Noer S. IP., M.AP
*) Oleh: Yulfi Alfikri Noer S. IP., M.AP

Pembangunan infrastruktur jalan tol di Provinsi Jambi mengubah cara kita membaca peta ekonomi wilayah. Tol bukan sekadar jalur penghubung fisik, melainkan penanda lahirnya pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru.

Ruas Tol Betung–Tempino–Jambi yang menjadi lintasan utama Kabupaten Muaro Jambi dan Tanjung Jabung Barat, serta rencana lanjutan konektivitas menuju Rengat, membawa implikasi struktural yang jauh lebih luas daripada sekadar mempercepat mobilitas orang dan barang.

Dalam konteks yang lebih luas, jalan tol tidak hanya menghadirkan efisiensi waktu, tetapi juga membentuk ulang peta ekonomi daerah.

Ia menciptakan pusat-pusat pertumbuhan baru di sekitar interchange, menggeser pusat aktivitas dari kota menuju pinggiran, dan memunculkan bentuk-bentuk ekonomi baru yang lebih modern, cepat, serta berbasis jaringan logistik.

Pergeseran lanskap ini membawa implikasi yang jauh lebih dalam daripada sekadar perubahan lokasi pusat ekonomi.

Jalan tol membuka akses baru bagi modal untuk bergerak lebih cepat, namun pada saat yang sama, ia menuntut kemampuan masyarakat lokal untuk beradaptasi dengan ritme ekonomi yang semakin kompetitif. Ruang-ruang yang dulu tenang dan agraris kini berpotensi berubah menjadi kawasan perdagangan, logistik, atau bahkan industri.

Karena itu, pembangunan infrastruktur perlu dibarengi dengan kebijakan pemberdayaan masyarakat, penguatan UMKM, dan penataan tata ruang yang berorientasi keberlanjutan, agar transformasi yang terjadi tidak hanya memajukan daerah secara fisik, tetapi juga memastikan bahwa masyarakat lokal menjadi bagian dari arus kemajuan bukan sekadar penonton.

Karena itu, pertanyaan yang kini perlu dijawab bukan lagi semata bagaimana membangun jalan tol tersebut, tetapi bagaimana Jambi menata arah pertumbuhannya di tengah percepatan konektivitas ini.

Di sinilah pentingnya membaca lebih jauh dampak sosial-ekonomi yang akan muncul, baik dari Tol Jambi–Rengat yang kini masuk Proyek Strategis Nasional, maupun dari Tol Jambi–Palembang yang progres konstruksinya terus berjalan.

Keduanya bukan hanya jalur transportasi, tetapi koridor masa depan yang akan menentukan ke mana pusat ekonomi Jambi akan bergerak dalam satu hingga dua dekade mendatang.

Momentum PSN dan Percepatan Konektivitas Jambi

Masuknya Tol Jambi–Rengat ke dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN) oleh pemerintahan Presiden Prabowo menjadi sinyal kuat bahwa konektivitas Jambi kini masuk prioritas nasional.

Hal ini menandakan adanya arus investasi besar-besaran di sektor transportasi dan logistik, yang diharapkan mampu menghubungkan kawasan tengah Sumatera dengan poros ekonomi Riau dan Sumatera Selatan.

Tol Jambi–Rengat dirancang bukan hanya sebagai jalur penghubung dua provinsi, tetapi sebagai koridor ekonomi baru yang membuka akses bagi sektor-sektor unggulan Jambi, mulai dari perkebunan sawit, karet, hingga perdagangan antarwilayah.

Begitu tol ini beroperasi penuh, arus barang yang selama ini tersendat di jalur nasional lintas timur diperkirakan akan berkurang drastis, menciptakan efisiensi waktu dan biaya logistik yang signifikan.

Namun, penetapan sebagai PSN juga berarti bahwa pembangunan tol ini tidak boleh hanya dipahami sebagai proyek ekonomi semata, melainkan sebagai transformasi struktural yang akan mempengaruhi pola produksi dan distribusi di Jambi dalam jangka panjang.

Dengan adanya akses cepat ke pusat-pusat industri di Palembang, Riau dan daerah lainnya misalnya, orientasi pemasaran komoditas Jambi bisa bergeser dari sekadar menjual bahan mentah menuju peluang pengembangan hilirisasi di dekat koridor tol.

Di titik inilah pemerintah daerah perlu menyusun strategi yang jelas, apakah Jambi akan menjadi daerah transit yang hanya mengalirkan komoditas keluar atau justru menjadi pemain yang berdaulat dalam rantai nilai dengan membangun pusat pengolahan, pergudangan, dan logistik yang memberi nilai tambah bagi daerah.

Karena tanpa desain kebijakan yang terarah, Jambi berisiko hanya menjadi jalur lewat ekonomi bukan pelaku utama dalam pertumbuhan baru yang sedang dibangun.

Dampak Tol Jambi–Rengat: Mengubah Arah Arus Ekonomi Regional

Kehadiran Tol Jambi–Rengat juga akan mengubah struktur ruang ekonomi di Jambi. Interchange-interchange baru diproyeksikan memunculkan kawasan pertumbuhan baru, terutama di Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Kabupaten Muaro Jambi yang menjadi lintasan utama proyek ini. Berdasarkan kajian Bappeda Provinsi Jambi (2023), sekitar 62% aktivitas perdagangan grosir dan distribusi barang di Jambi saat ini masih terkonsentrasi di Kota Jambi dan kawasan sekitarnya, sehingga potensi pergeseran aktivitas ekonomi ke pinggiran sangat besar ketika konektivitas meningkat.

Selain itu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa sekitar 54% pelaku UMKM di Jambi bergerak pada sektor perdagangan dan jasa, sektor yang sangat dipengaruhi oleh kemudahan akses dan mobilitas.

Kehadiran jalan tol berpotensi mendorong lahirnya pusat ekonomi baru di kawasan pinggiran, mulai dari rest area berbasis produk lokal hingga klaster industri rumah tangga yang mengolah hasil perkebunan, terutama kelapa sawit yang produksinya mencapai 2,54 juta ton pada 2023 (BPS, Statistik Perkebunan Jambi).

Dalam konteks ini, wilayah yang selama ini dianggap berada di pinggiran berpeluang naik kelas menjadi simpul pertumbuhan ekonomi baru, selama arah pembangunan tetap berpihak pada ekonomi rakyat.

Namun, transformasi ini juga membawa tantangan. Perluasan akses dan peningkatan nilai ekonomis wilayah sekitar tol berpotensi menekan UMKM tradisional di pusat kota yang belum siap beradaptasi dengan pola perdagangan yang lebih modern dan terintegrasi.

Studi Kementerian ATR/BPN (2022) menunjukkan bahwa pembangunan jalan tol di berbagai daerah memicu kenaikan harga lahan sebesar 30–150% dalam 2–4 tahun, yang dapat menggeser masyarakat lokal jika tidak diimbangi dengan kebijakan perlindungan ruang hidup dan penataan tata ruang yang berpihak kepada warga.

Artinya, keberhasilan transformasi bukan ditentukan oleh pembangunan fisik semata, tetapi oleh kemampuan pemerintah daerah dalam melindungi, memberdayakan, dan mengikutsertakan ekonomi rakyat agar masyarakat tidak hanya menjadi penonton, melainkan menjadi pelaku utama dalam pertumbuhan yang tercipta.

Tol Jambi–Palembang: Arah Selatan yang Sedang Bergerak

Sementara itu, pembangunan Tol Jambi–Palembang juga menunjukkan progres nyata. Meski belum seluruhnya rampung, sebagian ruasnya sudah beroperasi dan mulai mengubah pola konektivitas masyarakat.

Ruas yang telah beroperasi adalah Seksi 4 (Tempino–Simpang Ness) sepanjang 18,5 km, yang menjadi bagian dari Jalan Tol Betung–Tempino–Jambi.

Secara keseluruhan, proyek ini ditargetkan selesai bertahap hingga akhir 2026 dan bila beroperasi penuh, waktu tempuh dari Betung ke Jambi yang dulunya bisa mencapai 4–5 jam, akan dipangkas menjadi hanya sekitar 2 jam saja.

Fakta ini bukan sekadar soal waktu tempuh. Ia membawa efek domino terhadap perdagangan antarprovinsi, efisiensi transportasi bahan baku industri, dan pertumbuhan sektor jasa transportasi serta logistik.

Efek konektivitas ini juga berpotensi menggeser orientasi rantai pasok komoditas Jambi, terutama sawit, karet, batu bara, dan hasil perkebunan rakyat lainnya.

Dengan akses yang makin singkat ke pelabuhan dan pusat industri di Sumatera Selatan, biaya distribusi akan turun dan arus barang menjadi lebih lancar. Namun, di sisi lain, percepatan konektivitas ini juga akan memicu dinamika baru di wilayah-wilayah yang dilintasi tol, baik dalam bentuk tumbuhnya pusat perdagangan baru, naiknya nilai lahan, hingga perubahan karakter sosial di kawasan pinggiran yang mulai terhubung ke arus pertumbuhan kota.

Perubahan ini perlu dibaca sebagai momentum transformasi, bukan sekadar modernisasi fisik. Karena itu, tantangan berikutnya adalah memastikan bahwa pertumbuhan yang dipicu oleh tol tidak hanya dinikmati oleh modal besar, tetapi juga memberi ruang pemberdayaan bagi masyarakat di sepanjang koridor pembangunan.

Dampak Ekonomi Tol Jambi–Palembang: Dari Logistik ke Transformasi Industri

Tol Jambi–Palembang berpotensi menjadi urat nadi baru logistik regional Sumatera bagian selatan.

Jalur ini bukan hanya menghubungkan dua ibu kota provinsi, tetapi juga mengintegrasikan pusat industri Palembang dengan sentra komoditas Jambi.

Penurunan biaya logistik akan mendorong ekspor hasil perkebunan dan tambang Jambi ke pelabuhan-pelabuhan utama di Sumatera Selatan, membuka peluang bagi tumbuhnya industri pengolahan baru di sepanjang jalur Tempino–Betung.

Namun, integrasi ekonomi ini juga membawa tantangan besar. Alih fungsi lahan dari pertanian ke industri berpotensi meningkat, memunculkan tekanan terhadap lingkungan dan ketersediaan ruang hidup masyarakat lokal.

Karena itu, pembangunan kawasan industri di sepanjang tol harus diimbangi dengan perencanaan tata ruang yang adaptif dan berkelanjutan.

Selain itu, meningkatnya mobilitas tenaga kerja antarprovinsi akan mengubah wajah demografi dan pola urbanisasi di Jambi. Jika tidak diantisipasi, pertumbuhan cepat kawasan pinggiran bisa menimbulkan masalah sosial baru, seperti ketimpangan, kemacetan baru di simpul tol, dan tekanan terhadap fasilitas publik.

Di sisi lain, peluang tumbuhnya koridor industri ini harus dipahami sebagai momentum untuk menggeser pola ekonomi Jambi dari sekadar penyuplai bahan mentah menjadi daerah yang memiliki nilai tambah produksi.

Artinya, keberadaan tol harus diterjemahkan menjadi langkah strategis untuk memperkuat hilirisasi komoditas, membangun pusat logistik terpadu, serta mendorong kolaborasi antara dunia usaha, pesantren kewirausahaan, perguruan tinggi, dan pemerintah daerah.

Transformasi ini tidak akan berjalan otomatis. Hal ini membutuhkan arah kebijakan yang tegas agar manfaat pembangunan tidak hanya dinikmati oleh pemilik modal, tetapi juga memberi ruang bagi rakyat untuk naik kelas bersama pertumbuhan wilayahnya.

Dengan kata lain, keberhasilan tol bukan hanya soal konektivitas fisik, tetapi sejauh mana pemerintah dan masyarakat mampu mengarahkan perubahan ini menjadi basis ekonomi Jambi yang lebih inklusif dan berkelanjutan.

Menyiapkan Jambi Menyambut Era Baru Infrastruktur

Dua proyek tol besar ini pada dasarnya merupakan dua poros strategis yang akan menentukan masa depan ekonomi Jambi. Tol Jambi–Rengat membawa Jambi ke arah utara (Sumatera Tengah dan Riau), sedangkan Tol Jambi–Palembang membuka arah selatan (Sumatera Selatan dan jaringan industri).

Keduanya menuntut kesiapan kebijakan daerah yang visioner, tidak hanya membangun fisik, tetapi juga membangun kesiapan sosial dan ekonomi masyarakat agar mampu beradaptasi dengan cepat.

Konektivitas yang lebih baik akan sia-sia jika tidak disertai transformasi ekonomi lokal, seperti penguatan UMKM, pelatihan tenaga kerja, dan dukungan bagi desa-desa di sekitar trase tol.

Jalan tol memang menghubungkan kota, tetapi keberhasilan pembangunan bergantung pada sejauh mana kebijakan ini juga mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat

Jalan yang Mengubah Nasib Daerah

Pembangunan Tol Jambi–Rengat dan Tol Jambi–Palembang bukan hanya proyek infrastruktur, melainkan proyek perubahan peradaban ekonomi daerah. Ia membuka peluang besar, tapi juga menuntut kesiapan besar.

Jambi kini berada di titik krusial, antara menjadi jalur lintasan barang dan modal atau menjadi pemain utama dalam rantai nilai ekonomi baru Sumatera. Pilihan itu ada di tangan kita semua, pemerintah daerah, pelaku usaha, dan masyarakat.

Karena jalan tol sejatinya bukan hanya beton dan aspal, melainkan jalan menuju arah baru Jambi yang lebih sejahtera, inklusif, dan berdaya saing.

Di tengah arus perubahan yang bergerak cepat, yang dibutuhkan Jambi bukan sekadar kemampuan mengikuti, tetapi keberanian mengambil peran. Sebab sejarah pembangunan tidak pernah berpihak kepada mereka yang hanya menunggu gelombang, melainkan kepada mereka yang mengarahkan gelombang itu.

Jalan tol telah membuka pintunya yang kini menentukan ke mana masa depan Jambi melangkah adalah kesanggupan kita memastikan bahwa pertumbuhan tidak hanya terjadi, tetapi juga dirasakan, dipahami, dan dimiliki oleh rakyatnya sendiri. (*)

*) Penulis adalah akademisi UIN STS Jambi



BERITA BERIKUTNYA