IMCNews.ID - Sidang perdana pembunuhan korban Brigadir Nurhadi di sebuah penginapan di kawasan Gili Trawangan digelar Pengadilan Negeri Mataram, Senin (27/10/2025).
Dalam sidang itu, terungkap peran dua terdakwa yang merupakan perwira Subpaminal Bidang Propam Kepolisian Daerah NTB, yakni Kompol I Made Yogi Purusa Utama dan Ipda I Gde Aris Chandra Widianto.
Dalam dakwaan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang diwakili Budi Muklish mengungkap detik-detik korban Brigadir Nurhadi kehilangan nyawanya.
Jaksa menerangkan peran pertama dari Ipda Aris yang melakukan penganiayaan berat terhadap korban.
Sebelum penganiayaan, terang Jaksa, Ipda Aris yang menginap di lokasi berbeda, menerima telepon video via WhatsApp dari anggota perwira Polda NTB bernama M. Rayendra Rizqillah Abadi.
Saat itu, Ipda Aris lantas menyambangi lokasi penginapan tertutup, tempat Kompol Yogi dengan perempuan berinisial M yang diketahui merupakan warga asal Jambi berada.
"Saat itu, Ipda Aris ingin menunjukkan telepon video Rayendra kepada Kompol Yogi terkait adanya tahanan kabur dari Rutan Polda NTB," kata Budi Muklish.
Sekitar pukul 19.59 Wita, Ipda Aris tiba di penginapan Kompol Yogi dengan M. Dijelaskan, saat itu posisi Kompol Yogi sedang memainkan ponselnya sambil tiduran di kamar yang berdekatan dengan kolam kecil tempat M dan korban Brigadir Nurhadi.
"Misri di pinggir kolam di depan tempat tidur, sedangkan korban masih berendam," ucapnya.
Saat itu, disebutkan jika mereka sedang dalam pengaruh minuman beralkohol dan mengonsumsi pil ekstasi serta obat penenang merek Riklona.
Dalam posisi itu, Ipda Aris yang sedang melakukan telepon video dengan Rayendra mengarahkan handphone ke korban.
"Coba lihat ndan! Nurhadi masih berenang!" sebut jaksa menirukan kalimat Ipda Aris.
Korban kemudian menyapa Rayendra dengan menyebut "Ndan? Tidak ke sini ndan?" dan dijawab Rayendra melalui telepon video dengan mengatakan "Tidak, saya piket. Ya sudah yah, saya mau serah terima piket dulu!".
Usai telepon video itu ditutup, Ipda Aris mendekati korban dan mengingatkan tingkah lakunya yang dinilai kurang sopan kepada Rayendra.
"Melihat ucapan dan tingkahaku korban yang tidak sopan dan dirasa kurang menghormati senior karena pengaruh minuman beralkohol dan narkotika jenis ekstasi sehingga bicaranya mulai melantur dan tidak terkendali, terdakwa Aris mendatangi korban dan duduk di samping korban sambil menegur," ucap jaksa.
Saat itu, Ipda Aris mendorong dan memukuli wajah korban menggunakan tangan kiri terkepal yang salah satu jari menggunakan cincin.
Pukulan sepenuh tenaga itu menghantam sangat keraskurang lebih sebanyak empat kali sehingga meninggalkan bekas luka pukulan pada wajah korban.
Usai mendapat hantaman dari terdakwa Aris, korban menyampaikan "Siap salah komandan!".
Ipda Aris selanjutnya keluar dari penginapan Kompol Yogi dan meninggalkan korban tanpa menyuruhnya kembali ke lokasi penginapan yang berbeda.
Sekitar pukul 20.30 Wita, Kompol Yogi bangun dari tempat tidur dan melihat korban masih berada di kolam bersama M yang merupakan teman kencan Kompol Yogi.
Kemudian Kompol Yogi yang dalam pengaruh minuman beralkohol dan pil ekstasi serta obat penenang Riklona, curiga, marah dan kesal melihat kelakuan korban yang belum juga kembali ke lokasi penginapannya.
"Sehingga Kompol Yogi langsung memiting korban dengan menggunakan tangan kanan berada pada pangkal leher atas korban, sedangkan tangan kiri Kompol Yogi menggenggam tangan kanan korban dan menariknya ke arah belakang," ucap jaksa.
Kompol Yogi melakukan hal tersebut dengan posisi badan menindih korban dari atas punggung dan mengunci kaki kanan korban dengan kakinya.
"Sehingga posisi korban terkunci total dan sulit untuk melepaskannya," ucapnya.
Kompol Yogi disebut jaksa dalam dakwaannya diyakini dapat melakukan hal tersebut karena sebagai seorang anggota Polri memiliki bekal keahlian dasar bela diri dan berpengalaman di bidang reserse kriminal.
Akibat pitingan tersebut, korban mengalami kesakitan dan berusaha melepaskan aksi Kompol Yogi dengan cara meronta dan merangkak.
"Sehingga mengakibatkan korban mengalami luka lecet pada lutut, punggung, lecet kaki kanan, patah tulang lidah, dan patah leher sebagai luka antemortem yang berkontribusi terhadap kematian," ujar jaksa.
Setelah korban menjadi lemas tidak berdaya dan hilang kesadaran, lanjut jaksa, Kompol Yogi melepaskan pitingannya dan mendorong tubuh korban hingga tenggelam ke dalam kolam.
Kompol Yogi kemudian beranjak dari tepian kolam dan duduk di kursi dekat kolam sambil membakar sebatang rokok.
Karena melihat korban yang tidak juga muncul ke permukaan kolam, Kompol Yogi langsung melompat ke dalam kolam berusaha untuk menyelamatkan korban dengan cara mengangkat dari dasar kolam dan membaringkannya di tepi kolam renang sambil memberikan pertolongan.
"Namun, usaha itu tidak berhasil menyadarkan korban, sehingga M meminta Kompol Yogi menghubungi Ipda Aris untuk segera datang ke tempat penginapan untuk membantu korban," katanya.
Usai peristiwa tersebut, korban kemudian dilarikan ke klinik kesehatan di kawasan Gili Trawangan untuk mendapatkan penanganan medis lanjutan.
Namun, upaya tersebut tidak membuahkan hasil hingga pihak klinik menyatakan korban meninggal dunia.
Dari tindakan kedua terdakwa, Ipda Aris dan Kompol Yogi dikenakan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dan/atau Pasal 354 ayat (2) KUHP tentang penganiayaan berat yang mengakibatkan orang meninggal dunia dan/atau Pasal 351 ayat (3) KUHP tentang penganiayaan yang mengakibatkan orang meninggal dunia dan/atau Pasal 221 KUHP tentang Obstruction of Justice atau menghalangi penyidikan juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (*)