Terdakwa Kasus Investasi Bodong Budidaya Ikan Lele Divonis 2 Tahun Penjara

Jumat, 11 November 2022 - 11:37:31 WIB

Aset yang diamankan dalam kasus investasi bodong budidaya Ikan lele. (ist)
Aset yang diamankan dalam kasus investasi bodong budidaya Ikan lele. (ist)

IMCNews.ID, Jambi - Terdakwa kasus investasi bodong budaya Ikan Lele, Aliman, Direktur PT Darsa Hakam Darussalam Mitra Indotama (PT DHD) divonis 2 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jambi. 

Majelis hakim yang diketuai Romy Sinatra menyatakan dia terbukti bersalah sebagaimana dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Jambi. 

"Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa dengan pidana penjara selama 2 tahun. Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah sebagaimana diatur dan diancam pidana dengan Pasal 378 KUHP tentang Penipuan Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP,’’ kata Humas Pengadilan Negeri Jambi, Yandri Roni, Kamis (10/11). Menurut dia, sidang pembacaan putusan digelar pada Rabu (9/11/2022). Vonis hakim lebih ringan dari tuntutan JPU. Sebelumnya JPU menuntut Aliman 3 tahun penjara. 

Berdasarkan dakwaan jaksa sebelumnya, terdakwa melakukan penipuan terhadap ratusan orang di Jambi melalui investasi budidaya Ikan Lele. Terdakwa Aliman melakukan perbuatannya secara bersama-sama, melalui PT Darsa Hakam Darussalam Mitra Indotama (PT DHD). Aliman adalah orang yang menjalankan perusahaan tersebut.

Perbuatannya dilakukan bersama-sama dengan Irma Wahida, Heriyanto, Dodi Sulaiman dan Medi Siswanto. Perbuatan mereka dilakukan sejak Juli 2019 sampai Juli 2021. 

Dalam dakwaan disebutkan, PT DHD mempromosikan bisnis budidaya lele tersebut melalui internet. Mereka menawarkan skema kemitraan dengan masyarakat. 

Dalam prosesnya, PT DHD cukup meyakinkan. Mereka juga menawarkan kepada calon mitra untuk melihat kolam. Dari situ banyak masyarakat yang tergiur dan ikut berinvestasi. Dibuat pula perjanjian terkait kemitraan.

Dalam perjalanannya, DHD yang berbentuk PT berubah menjadi koperasi. Koperasi Darsa Hakam Darussalam Farm Indonesia (KDHDFI). 

Dalam kepengurusan koperasi, Heriyanto (DPO) yang menjabat sebagai komisaris utama dalam PT DHD menunjuk Medi Siswanto (DPO) sebagai ketua koperasi, dan Rahman Haris sebagai bendahara. 

Terkait perubahan itu, pihak DHD beralasan perusahaan banyak membawahi unit usaha sehingga perlu diubah agar menjadi wadah yang lebih proporsional. Tidak hanya itu, seiring perubahan bentuk perusahaan, modal usaha juga berubah menjadi Rp 12 juta per paket. Sementara skema dan nilai keuntungan tidak berubah. 

Penanggung jawab investasi, dalam dakwaan penuntut umum, disebutkan sering berubah. Saat perjanjian atas nama PT Darsa Hakam Darussalam Mitra Indotama ditandatangani oleh Rudi Salam.

Saat atas nama PT DHD Mitra Indotama, ditandatangani oleh Irma Wahida, dan saat atas nama Koperasi DHDFI, ditanda tangani oleh Medi Siswanto. 

Untuk semakin meyakinkan mitranya, di awal investasi, pihak perusahaan benar-benar memberikan keuntungan sesuai dengan waktu yang disepakati. Karenanya, banyak mitra yang menambahkan modal mereka. 

Berdasarkan perjanjian, setiap satu paket kemitraan berhak atas pengelolaan satu kolam. Namun pada kenyataannya, terdakwa Aliman memerintahkan penjaga kolam untuk mengganti-ganti nama kolam berdasarkan mitra yang ingin melihat kolam. 

Seiring berjalannya waktu, setelah banyak mitra yang menambahkan paket kemitraan, keuntungan tidak lagi diberikan. Bahkan saat diminta untuk mengembalikan uang, terdakwa Aliman tidak bertanggung jawab.

Beberapa orang mitra yang tidak mendapat keuntungan lagi dan uang kemitraan pun tidak dikembalikan dihadirkan sebagai saksi oleh jaksa. Di antaranya, Teddy Nur Regha mengalami kerugian senilai Rp 24 juta lebih; Nutri Darmayani, kerugian Rp 92 juta lebih; Syafty Wandi, kerugian Rp 97 juta lebih; Ady Darwanto, kerugian Rp 10 juta lebih; Yuliana, kerugian, Rp 128 juta lebih; Jasmadi, kerugian, Rp 50 juta lebih; Husni Thamrin, kerugian, Rp 63 juta lebih; Reno Adhe Putra, kerugian, Rp 6 juta lebih; Rianto, kerugian, Rp 60 juta lebih; Arman Toni, kerugian, Rp 24 juta lebih. 

Dalam dakwaan penuntut umum, diterangkan jika uang yang sudah diterima tidak digunakan terdakwa untuk usaha. Melainkan digunakan untuk keperluan pribadi dan dikirim untuk pengurus perusahaan lainnya yang berada di Palembang. (*/IMC01)



BERITA BERIKUTNYA