IMCNews.ID, Jambi – Ketua DPRD Provinsi Jambi, M Hafiz Fattah, Wakil Ketua DPRD Provinsi Jambi, Ivan Wirata, perwakilan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi, PT SAS serta warga Aur Kenali dan Mendalo Darat melakukan pertemuan, Jumat (3/10/2025) kemarin.
Pertemuan di salah satu cafe itu dinilai mendadak karena warga mengaku baru diberitahu 2 jam sebelum dilakukan pertemuan.
Ketua Barisan Perjuangan Rakyar (BPR) Rahmat mengatakan pertemuan itu merupakan upaya mediasi antara PT SAS dan warga.
Dia menganggap pertemuan itu keluar dari kesepakatan yang sebelumnya telah dibuat bersama Gubernur Jambi.
“Tidak ada Surat undangan resmi dari DPRD Provinsi Jambi kepada warga,” katanya.
Dia mengaku terkejut dengan pertemuan yang dia nilai di luar jalur komunikasi yang telah disepakati. Namun demikian, kata dia, dalam pertemuan itu hadir Dlomiri sebagai perwakilan BPR.
“Kami hadir hanya untuk memastikan tidak ada dialog. Karena yang harus ditindaklanjuti sekarang adalah adu data PT SAS mengenai rencana aktivitas mereka di lokasi stokpile,” ujar Dlomiri.
Menurut Dlomiri, dialog formal sudah pernah difasilitasi Gubernur Jambi atas permintaan warga.
Menurut mereka, peran DPRD semestinya bukan memfasilitasi dialog, melainkan memberikan pernyataan sikap yang tegas menolak keberadaan stokpile PT SAS.
Dia juga mempertanyakan kehadiran salah satu petinggi ormas dan perwakilan media tertentu dalam forum tersebut.
Mereka menduga ada motif lain di balik pelibatan pihak-pihak yang tidak relevan dengan persoalan utama.
"Yang kami butuhkan dari DPR bukan memediasi pertemuan, tapi berdiri bersama rakyat dengan jelas menolak,” tegasnya.
Sementara, Pengamat Ekonomi, Sosial dan Politik, Dr Noviardi Ferzi menganggap pertemuan itu menimbulkan tanda tanya besar.
Menurutnya selama ini DPRD cenderung diam, tidak pernah menegaskan sikapnya dalam polemik tersebut.
"Namun, ketika pemerintah provinsi dan wali kota bersama warga sudah menyepakati penghentian aktivitas stockpile, sambil menunggu adu data, DPRD justru muncul dengan agenda baru," katanya.
Dikatakannya, gerakan DPRD ini berpotensi membongkar kesepakatan yang telah dibangun secara formal antara warga, gubernur, dan wali kota.
Bagi masyarakat, kesepakatan itu adalah hasil perjuangan panjang. Jika DPRD menghadirkan forum baru, maka jelas ada kesan mencoba mengaburkan substansi persoalan.
Menurutnya, sikap mendadak DPRD memperlihatkan bahwa lembaga tersebut kehilangan pijakan moral di hadapan rakyat.
"Ketika konflik berlangsung, DPRD nyaris tidak terdengar. Tetapi begitu isu mulai mereda dengan adanya kesepakatan, DPRD muncul dengan inisiatif yang justru berpotensi melemahkan posisi warga," ujarnya.
Katanya, dalam logika politik representasi, DPRD mestinya berdiri di garis depan untuk memperjuangkan kepentingan rakyat, bukan membuka ruang kompromi baru yang berisiko merugikan masyarakat.
Jika DPRD tidak hati-hati, publik akan menilai lembaga ini hanya menjadi saluran bagi kepentingan korporasi.
Menurutnya, persoalan ini bukan sekadar konflik lokal, melainkan menyangkut tata kelola lingkungan, kesehatan masyarakat, hingga kepastian hukum dalam investasi.
Karena itu, dia menilai sikap DPRD menambah kebingungan dengan manuver politik yang tidak jelas arahnya.
"DPRD harus belajar menghormati keputusan yang sudah ada. Bila terus memaksakan agenda baru, maka publik akan semakin yakin bahwa lembaga legislatif sedang membongkar konsensus dan menambah luka bagi warga," pungkasnya. (*)
Perubahan Lanskap Ekonomi Jambi: Dari Kota ke Pinggiran, dari Tradisional ke Modern
Refleksi Hari Pahlawan, Al Haris Tekankan Pendidikan dan Persatuan Bangsa
Restorasi Hidrologi dan Solusi Berbasis Alam di Provinsi Jambi
Marsinah Sang Pejuang Buruh Jadi Pahlawan Nasional Bersama Gus Dur dan Soeharto
Peringatan Hari Pahlawan di SMKN 2 Kota Jambi, Tekankan Karakter dan Kolaborasi Pendidikan
Nama 10 Tokoh Sebagai Pahlawan Nasional Diumumkan Hari Ini, Termasuk Soeharto
Ditinlelkam Polda Jambi Ajak Jurnalis Mitigasi Risiko Liputan Unjuk Rasa