IMCNews.ID, Jambi - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Tanjung Jabung Timur (Tanjabtim) akhirnya menghadapi meja hijau dalam kasus dugaan korupsi dana hibah pelaksanaan Pilkada serentak 2020 yang menjerat dirinya.
Sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan digelar di Pengadilan Tipikor Jambi, Senin (20/12/2021) kemarin. Sidang ini dipimpin majelis hakim yang diketuai oleh Yandri Roni.
Untuk menangani perkara ini, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Tanjabtim, Rachmad Surya Lubis turun langsung menjadi Jaksa Penuntut Umum (JPU) bagi Nurkholis. Hal yang jarang terjadi Kajari turun langsung menangani perkara di persidangan.
Dalam dakwaan yang dibacakan JPU, Nurkholis didakwa dengan dakwaan primer dan dakwaan subsider. Dakwaan primer yakni pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Kemudian, dakwaan subsider, yakni pasal 3 ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
JPU menilai Nurkholis bersama tiga terdakwa lain pada kasus yang sama Sekretaris Komisi Pemilihan Umum (KPU) Tanjab Timur, Sumardi bersama bendahara KPU, Hasbullah dan Kasubag Umum KPU Tanjab Timur, Mardiana dalam berkas berbeda pada bulan Maret tahun 2020 sampai dengan bulan Desember tahun 2020 telah melakukan, menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan, secara melawan hukum tidak menguji kebenaran dan persyaratan Surat Persetujuan Pembayaran (SPP) atau dokumen lain yang dipersamakan dengan Surat Persetujuan Pembayaran (SPP) beserta dokumen pendukung untuk dibayarkan.
"Dalam pelaksanaan perjalanan dinas dalam negeri bagi pejabat negara, pegawai negeri, dan pegawai tidak tetap. Perbuatan ini diduga untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi," kata JPU.
JPU juga mengungkap temuan mencolok dari hasil penggeledahan di kantor KPU Tanjabtim. Di antaranya, tim yang melakukan penggeledahan menemukan kuitansi kosong belanja alat tulis yang sudah distempel oleh toko dan KPU.
"Selain kuitansi kosong, terdapat juga 54 stempel, serta uang tunai sebesar Rp 250 juta. Kemudian, dalam laporan perjalanan juga tumpang tindih, seharusnya dilakukan secara terpisah," kata Rachmad.
Usai persidangan, Kajari Tanjabtim, Rachmad Surya Lubis menjelaskan, saat penggeledahan, pihaknya juga menemukan uang senilai Rp250 juta. Jumlah yang cukup banyak itu dinilai janggal.
"Maksimal uang dalam brankas itu Rp 50 juta, kalaupun diperbolehkan harus ada berita acaranya, sedang uang itu tidak dilaporkan," sebutnya.
Hasil pemeriksaan, uang itu diakui merupakan uang hasil jual beli sebidang tanah. Namun, tidak ada bukti atas pembelian tersebut.
"Saat kita periksa tidak ada bukti jual beli tanah, sehingga uang itu kita sita untuk dijadikan barang bukti," ujarnya.
Terpisah, penasehat hukum terdakwa Nurkholis, Hasmin Sutan Muda menyatakan keberatan dengan beberapa poin dalam dakwaan JPU. Salah satunya mengenai jumlah kerugian negara. Kata dia, pada pasal 1 dan pasal 2 undang-undang tindak pidana korupsi, kerugian negara harus dijelaskan secara rinci.
"Kerugian keuangan negara harus dijabarkan secara detail, sedangkan dalam dakwaan penuntut umum itu tidak detail, itu yang membuat kita keberatan," tegasnya. (IMC01)