IMCNews.id - Meski proses penghitungan suara real count oleh KPU belum final, sejumlah pemimpin dari berbagai negara, termasuk Uni Emirat Arab, Eropa, dan Asia, telah mengucapkan selamat atas kemenangan Prabowo-Gibran dalam Pemilihan Presiden 2024 di Indonesia.
Para pemimpin dunia seperti Mohamed Bin Zayed dari Uni Emirat Arab, Presiden Rusia Vladimir Putin, Presiden Filipina Bongbong Marcos, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, serta perwakilan China dan wakil PM Australia Richard Marles, telah memberikan pengakuan terhadap kemenangan pasangan nomor urut 2 itu.
Meskipun mendapat apresiasi dari dunia internasional, di dalam negeri, sejumlah pihak belum mau atau bahkan menolak mengakui hasil pemilu. Ada yang menuntut pemungutan suara ulang, mengajukan angket, dan mengecam proses pemilihan.
Menanggapi hal itu, Senior Advisor dan Pengajar Hubungan Internasional, Dinna Prapto Raharja, menyatakan bahwa pengakuan dari pemimpin negara lain sebelum pengumuman resmi hasil pemilu dapat diartikan sebagai strategi politik dalam negeri.
"Hal ini bertujuan untuk meredam potensi kritik terhadap hasil pemilu 2024 dengan menciptakan kesan bahwa negara lain telah mengakui legitimasi pemenangan Prabowo-Gibran," ujarnya saat dihubungi Senin 26 Februari 2024.
Dinna Prapto Raharja menjelaskan bahwa di sisi negara-negara lain, terutama tetangga Indonesia, kepentingan mereka adalah untuk memahami sejak dini arah kebijakan luar negeri Indonesia.
Dengan quick count yang menunjukkan hasil di atas 50%, negara-negara tetangga memiliki kepentingan untuk membangun hubungan yang baik dan mengetahui kecenderungan politik luar negeri Indonesia setelah pelantikan pada Oktober 2024.
"Antara Februari dan Oktober, periode ini juga akan melihat penyelesaian isu-isu global, seperti Laut China Selatan, AUKUS, dan Indo-Pasifik," tandasnya.
"Negara-negara seperti Inggris dan Australia bersiap mendekat untuk mendapatkan informasi yang lebih baik mengenai posisi Indonesia terkait isu-isu strategis ini. Selain itu, India dan China juga memiliki kepentingan tersendiri dalam menjaga hubungan dengan Indonesia," tambah pendiri Think-tank Independen Synergy Policies itu.
Saat kampanye Pilpres, Ia melihat bahwa Prabowo cenderung menjaga status quo dan mempertahankan model hubungan luar negeri yang telah diterapkan pada masa pemerintahan Joko Widodo. Meski begitu, ada pergeseran dalam pendekatan, di mana Prabowo terlihat lebih tertarik untuk aktif dalam kunjungan ke negara-negara dan forum internasional.
"Dalam konteks ini, kemungkinan besar AS dan sekutunya akan berusaha menjaga hubungan dengan Indonesia," tukasnya.
"Meskipun isu Hak Asasi Manusia (HAM) dapat diredam, isu demokrasi kemungkinan besar tetap akan menjadi sorotan untuk mencegah Indonesia terlalu mendekat ke China."
Dengan dukungan internasional yang datang sebelum hasil resmi diumumkan, kemenangan Prabowo-Gibran di Pilpres 2024 menciptakan dinamika baru dalam politik Indonesia. Respons beragam di dalam negeri menandakan bahwa tantangan politik dan sosial akan menjadi bagian dari masa transisi ini.
Bagaimana pemerintahan baru menanggapi isu-isu global dan mempertahankan keseimbangan dalam hubungan internasionalnya akan menjadi kunci untuk menentukan arah Indonesia ke depan.(*)