*) Oleh : Ahmad Khumaidi
Sejarah telah mencatat bahwa kemampuan dari seorang pemimpin yang kuat, unggul, berani, dan dinamis mampu meninggalkan tinta emas di era kepemimpinannya. Mereka mampu mengantarkan orang-orang yang dipimpinnya untuk meraih kesuksesan, kemenangan, maupun keberhasilan baik di dalam bidang militer, politik, sosial, maupun agama.
Seperti kepemimpinan Nabi Muhammad Saw., Gandhi, Soekarno, Mao Tse-Tung yang mampu memberikan inspirasi bagi kehidupan masyarakat dunia atas dedikasi tinggi dan semangat yang mereka miliki.
Ada pula kepemimpinan yang membuat pribadi dari seorang pemimpin tersebut dibenci oleh dunia dan justru meninggalkan catatan kelam di karir kepemimpinannya, seperti kepemimpinan Hitler, Lenin, Josef Stalin dan Yazid bin Umayyah.
Tinta emas ataupun catatan kelam merupakan sebuah konsekuensi bagi seorang pemimpin dalam menjalankan roda kepemimpinannya.
Setiap pemimpin memiliki gaya masing-masing dalam memimpin. Sebut saja Nabi Muhammad Saw., seorang Nabi yang memiliki nama besar. Bahkan sampai-sampai tokoh non muslim Michael H. Hart dalam bukunya yang berjudul 100 Peringkat Orang Paling Berpengaruh dalam Sejarah menobatkan Nabi Muhammad sebagai tokoh yang menempati peringkat pertama dalam 100 orang paling berpengaruh di dunia.
Menempatkan Nabi Muhammad di peringkat teratas bukanlah tanpa alasan. Salah satu alasan utama mengapa Nabi Muhammad ditempatkan di deretan teratas dalam tokoh berpengaruh di dunia adalah karena karakter kepemimpinannya yang luar biasa dalam hal agama, sosial, dan politik.
Nabi Muhammad dianggap sebagai seorang pemimpin karena dia selalu menonjol, menunjukkan keunggulan dan memancarkan pesona yang memungkinkan dia untuk memimpin, membimbing serta menjadi teladan.
Tak hanya sebagai pemimpin, tetapi dia adalah seorang manajer karena unggul dalam mengatur, memimpin, dan mengendalikan pekerjaan untuk mencapai sebuah tujuan.
Melihat gaya kepemimpinan inilah, gaya kepemimpinan Nabi Muhammad lantas dikategorikan dalam komponen kepemimpinan transformatif yang dipopulerkan oleh James MacGregor Burns, lewat tulisannya berjudul “Leadership” yang terbit pada tahun 1978.
Sikap kepemimpinan Nabi Muhammad inilah yang kemudian disebut paling fenomenal dan patut dicontoh oleh para pemimpin saat ini. Sikap kepemimpinan yang katanya terbaru dan modern oleh James MacGregor Burns, nyatanya telah berhasil diterapkan oleh Nabi Muhammad pada fase kepemimpinannya.
Lalu apa itu kepemimpinan transformatif ?
Menurut Stephen P. Robbins & Timothy A. Judge, kepemimpinan transformatif (transformational leaders) adalah tipe pemimpin yang mengarahkan atau memotivasi para pengikutnya pada tujuan yang telah ditetapkan dengan cara memperjelas peran dan tugas anggotanya.
Transformational leadership atau kepemimpinan transformatif adalah gaya kepemimpinan yang dilakukan pemimpin dengan memotivasi dan memberdayakan orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya untuk bekerja sama mewujudkan visi dan misi organisasi.
Kepemimpinan transformatif dalam era kekininian bisa menjadi pilihan dan solusi dalam mendorong partisipasi tim untuk menuju sebuah perubahan dalam bentuk terobosan baru atau inovasi.
Abraham Maslow, pencetus teori hierarki kebutuhan menyebutkan bahwa para pemimpin transformasional menggerakkan kebutuhan tingkat tinggi kepada bawahannya.
Para bawahan dinaikkan dari diri sehari-hari ke diri yang lebih baik dan terbukti jika manusia di era ini adalah manusia yang memiliki keinginan mengaktualisasikan diri yang berdampak pada bentuk pelayanan dan penghargaan terhadap manusia itu sendiri.
Oleh karena itu, tak salah kiranya jika pemimpin transformasional bisa juga disebut sebagai pimpinan visioner yang berperan meningkatkan segala sumber daya yang ada, mempercepat laju pembaharuan serta berusaha memberikan respon yang menimbulkan semangat dan daya kerja cepat semaksimal mungkin, selalu tampil sebagai pelopor dan pembawa perubahan.
Sekelumit penjelasan diatas memberi pemahaman bagi penulis sehingga dapat mengkalisifikasikan bahwa pola kepemimpinan transformatif ini telah diterapkan Pengadilan Tinggi Agama Jambi dalam mengayomi sepuluh pengadilan agama yang berada di bawahnya.
Tangan dingin petinggi Pengadilan Tinggi Agama Jambi mulai dari pucuk pimpinan yang karismatik, Dr. Abdul Hakim, M.H.I., didampingi Wakil Ketua yang visioner, Drs. Moh Yasya, S.H., M.H., ditambah pula dengan adanya Panitera yang cekatan, Hj. Umi Salamah Tatroman, S.H., M.H., dan Sekretaris yang multitalent, Dr. Irsyadi, S.Ag., M.Ag., terbukti mampu menggerakkan dan memotivasi Pengadilan Agama yang berada di bawahnya untuk berkompetisi memperoleh nilai terbaik dalam penilaian triwulan dan penilaian lainnya.
Dalam penilaian triwulan III yang dipublish Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama 14 November 2023 yang lalu contohnya, Pengadilan Tinggi Agama Jambi telah berhasil menghantarkan 8 dari 10 Pengadilan Agama di wilayah Pengadilan Tinggi Agama Jambi di angka yang cukup fantastis yakni 87,69 dan nilai terendah di angka 83,4 dari nilai maksimal di angka 91-an.
Prestasi lain yang juga merupakan buah dari dorongan Pengadilan Tinggi Agama Jambi yakni lolosnya 3 Pengadilan Agama yang berada di bawahnya meraih WBK dan gebrakan inovasi dari Pengadilan Agama sewilayah Pengadilan Tinggi Agama Jambi.
Seperti Whatsapp Informasi Layanan (Wasila) milik Pengadilan Agama Jambi, Inovasi Bang Mus'id (Bagi yang Bertamu Isi Identitas) milik Pengadilan Agama Sengeti, Inovasi Kantin Misbah (Kajian Rutin Kamis Berkah) milik Pengadilan Agama Bangko dan banyak lagi inovasi lain dari Pengadilan Agama di wilayah Pengadilan Tinggi Agama Jambi yang jumlahnya mungkin sudah mencapai puluhan saat ini.
Kendati banyak instansi yang telah berhasil dengan pola kepemimpinan transformatif, alangkah baiknya lagi jika dipadukan dengan penerapan pola kepemimpinan kolaboratif.
Kepemimpinan kolaboratif ?
Kepemimpinan kolaboratif adalah gaya kepemimpinan yang berusaha mengumpulkan masukan dan ide dari berbagai sumber sebelum mengambil keputusan atau mengambil tindakan.
Pemimpin kolaboratif adalah pemimpin yang mampu menciptakan tim yang bekerja bersama menuju tujuan bersama dan dapat menciptakan strategi yang lebih baik.
Selain itu, kepemimpinan kolaboratif juga merupakan jenis kepemimpinan yang diperlukan untuk mendapatkan hasil yang melintasi batas organisasi baik internal maupun eksternal.
Kepercayaan merupakan hal yang sangat penting dimiliki oleh seorang pemimpin kolaboratif. Kepercayaan yang dimaksud bukan hanya kepercayaan pimpinan terhadap tim atau bawahan. Akan tetapi, tim juga harus mempercayai pemimpin mereka.
Seorang pemimpin harus benar-benar yakin dan optimis bahwa apa yang dia lakukan tidak lain merupakan usaha dalam mencapai kemajuan organisasi. Sebaliknya, tim juga harus memberikan kepercayaan dan dukungan penuh pada pimpinan serta meyakini bahwa semua kebijakan yang diambil oleh pimpinan tidak lain demi tujuan bersama.
Jika kepercayaan antara pemimpin dan tim sudah terbangun dengan baik. Maka, dapat dipastikan roda organisasi akan berjalan secara maksimal.
Transformatif dan Kolaboratif
Salah satu indikasi berhasil tidaknya seseorang dalam memimpin adalah kondusifnya lingkungan kerja dan memberi peluang bagi bawahannya untuk mengembangkan potensi dan prestasi dalam diri mereka.
Jawaban itu semua ada pada pemimpin yang mampu menggabungkan gaya transformatif dan kolaboratif dalam kepemimpinannya.
Dukungan penuh akan datang dari tim yang merasa termotivasi dan dihargai keberadaannya. Jiwa kompetisi tim yang terasah akan menciptakan hasil kerja yang maksimal dan apa yang menjadi cita-cita organisasi atau insitusi tidak akan sulit untik dicapai. (*)
*) Penulis saat ini bekerja di Pengadilan Agama Bangko
Bahlil Ungkap Alokasi Subsidi LPG Tak Berubah di Pemerintahan Prabowo
Seleksi Petugas Haji 2025 Dibuka, Ini Jadwal Tahapan dan Syaratnya
Dicegat Mahasiswa, Romi Janjikan Angkat Pejabat Eselon II Pemprov Jambi Dari Bungo Jika Terpilih
Pjs Gubernur Jambi Serahkan SK Perpanjangan Jabatan Pj Walikota Jambi dan Pj Bupati Kerinci