BAWASLU Provinsi Jambi menemukan 19 ujaran kebencian selama 42 hari pelaksanaan tahapan kampanye Pemilihan Calon Kepala Daerah. Bawaslu juga menemukan 15 dugaan berita bohong (hoaxs) selama tahapan kampanye Pilkada serentak tahun 2024 ini.
Selain pengawasan cyber yang telah dilakukan, Bawaslu provinsi dan Bawaslu Kabupaten/ Kota juga telah melakukan pengawasan terhadap 1575 Jenis kegiatan kampanye yang terdiri dari 595 dengan metode kampanye pertemuan terbatas, 909 dengan metode pertemuan kampanye tatap muka, 3 metode debat publik dan 70 kegiatan dengan metode lainnya yang tidak melanggar larangan kampanye.
Lebih lanjut diketemukan pula 2 konten yang mengandung ajakan pelanggaran pemilihan serta 1 dugaan pelanggaraan ketidaknetralan yang dilakukan Aparatur Sipil Negara (ASN).
Sampai dengan 5 November 2024 yang lalu, Bawaslu se Provinsi Jambi juga telah menangani 38 dugaan pelanggaran dengan rincian 9 temuan dan 29 laporan. Selanjutnya terhadap seluruh hal tersebut, pihak Bawaslu telah meneruskan kepada pihak berwenang untuk tindak lanjuti (Sumber TVRI Jambi).
Catatan Bawaslu diatas kiranya sebagai refleksi bagi kita semua dimasa menuju penghujung tahapan kampanye Pemilihan Kepala Daerah tahun 2024 ini.
Penyelenggara dengan semua instrumen yang melekat, dituntut untuk selalu bersikap independent, impartiality dan profesional sebagai instrumen dasar yang harus benar-benar melekat sebagai cermin suksesnya helatan lima tahunan ini.
Setidaknya itulah idealnya yang harus dilakukan guna mewujudkan Pemilukada yang berintegritas ditengah meningkatnya tensi dan konstelasi politik dimasa kampanye.
Fenomena gempuran ujaran kebencian dan berita bohong (hoax) yang menjadi trend dimasa kampanye, tak hanya menjadi momok yang menakutkan buat para kontestan, ditengah iktiarnya berjuang meraih simpati dimasa kampanye sebagai upaya untuk mendulang suara dari vouters pada saatnya nanti.
Akan tetapi ini lebih jauh tindakan ini adalah, bentuk upaya penyesatan bagi vouters untuk mendapatkan informasi yang benar tentang calon kandidat yang akan menjadi pemimpin nantinya didaerah otonomnya masing-masing.
Melawan hoaxs sama dengan melawan atas upaya pembodohan, apalagi ujaran kebencian yang tak hanya berpotensi mengancam atas amannya keberlangsungan helatan Pilkada saja, tapi patut pula dimaknai sebagai suatu bentuk kejahatan yang harus ditangkal bersama sejak dini karna berpotensi memicu disintegrasi dalam bingkai Indonesia sebagai kesatuan.
Maka tak ada pilihan lain bahwa, komitmen untuk menegakkan aturan secara serius dan konsisten amatlah dibutuhkan dari para penegak hukum sesuai ranah dan kewenangannya.
Selain itu, disamping upaya represip dalam konteks law inforcement, tentunya pendekatan dengan metode preventif mesti tetap gencar dilakukan sebagai bentuk pencegahan.
Koordinasi dan upaya edukasi yang telah dilakukan sebelumnya antara penyelenggara beserta seluruh elemen unsurnya, yaitu dengan menggandeng pihak terkait dan berkepentingan harus lebih masif hendaknya.
Kreator konten dan influencer sebagai salah satu profesi yang dominan digandrungi oleh kaum muda yang berfokus pada pemanfaatan kemajuan tekhnologi media sosial, dengan banyaknya pengikut mereka tentu menciptakan suatu energi kekuatan untuk mempengaruhi opini, perilaku ataupun keputusan pengikutnya.
Bergabungnya komunitas ini pada helatan kontestasi pilkada didaerah utamanya saat masa kampanye, tentu menambah warna dan dapat pula diinterptetasikan sebagai kemajuan perilaku sadar akan hak berpolitik pada perspektif warga negara.
Pendidikan politik dengan bekal pengetahuan dan wawasan yang luas dengan prinsip mengedepankan nilai-nilai budaya kearifan lokal dan perilaku taat dan sadar akan konsekuensi hukum, menjadi penting dalam rangka upaya menjaga iklim yang sejuk dan kondusif terlebih di masa kampaye Pilkada kalai ini.
Hal ini tentu memiliki korelasi yang erat yaitu calon kepala daerah yang sedang berlaga sebagai figur ataupun pengguna, terlepas dari motif ekonomi yang mungkin saja menyertainya sebagai upaya untuk membangun brand image dimata vouters sebagai strategi pemenangan yang akan dimainkan dimasa kampanye Pilkada.
Hal diatas tentu akan sangat berguna mengingat generasi muda sebagai individu, merupakan entitas penting yang diharapkan dapat mempertahankan eksistensi dan pengaruhnya yang menuntut harus cerdas dalam bertindak maupun selektif dalam memilih pemimpin konteksnya.
Sebagai kontestan, tiap kandidat kepala daerah tentu harus memegang teguh janji sebagaimana telah diikrarkan pada deklarasi kampanye damai sebelumnya.
Komitmen yang telah disetujui dalam bentuk penandatangan yang dilakukan bersama sama dengan pihak berkepentingan lainnya, secara substansi adalah bersifat mengikat dan berlaku sebagai Undang-Undang untuk keseluruhan unsur yang terdapat dan melekat didalamnya.
Perilaku ingkar atas komitmen tersebut tak hanya memiliki konsekuensi secara norma sebagai hukum yang berlaku, kondisi masyarakat daerah yang kian hari semakin terbuka dan cerdas tentu memiliki persepsi tersendiri akan perilaku dan sosok kandidat yang pasti akan menjadi bahan timbangan berfikir yang berpengaruh pada keputusan saat tiba waktu memilih kelak.
Selain itu fakta yang sering kali dijumpai pada masa kampanye Pilkada adalah, adanya fenomena narasi janji pemberian jabatan kepada Aparatur Sipil Negara (ASN) daerah yang secara terang-terangan digaungkan oleh calon kepala kepala daerah dibeberapa kesempatan yang umumnya dilakukan dibeberapa daerah pemilihan terutama yang memiliki vouters terpadat diantara daerah pemilihan lainnya baik secara populasi maupun kohesi dan koherensi dalam pemahamannya.
Buaian akan janji itu bagaikan kecapi yang mengalun lembut sebagai musik pengantar ataupun penambah bumbu manisnya dari arti suatu janji.
Narasi yang digaungkan ini terkesan tanpa modal dan serampangan. Janji manis yang belum tentu bisa dibuktikan kebenarannya sebagai bentuk komitmen atas janji, tentu dalam pelaksanaannya tidak mudah dan bisa dilakukan secara serta merta dilakukan jika memperhatikan segala regulasi dan tahapan yang harus dilalui berkaitan dengan hal tersebut apalagi jika dikaitkan dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).
Walaupun secara ekplisit tidak diatur sebagai perbuatan yang dilarang pada masa kampanye Pilkada, hal diatas akan menambah daftar panjang masalah yang berpotensi mengusik netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam penyelenggaraan Pilkada dimanapun tingkatannya, karna netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) hakikatnya harus terjaga.
Guna menghindari penyalahgunaan wewenang (abuse of power) terhadap pelayanan publik, Aparatur Sipil Negara (ASN) bertugas serta bertanggung jawab dalam rangka pelayanan kepada masyarakat bukan untuk pemenuhan kebutuhan pribadi atau kelompok tertentu.
Oleh karena itu, segala potensi yang dapat mengakibatkan keberpihakan atau ketidaknetralan Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam penyelenggaraan Pilkada semestinya menjadi perhatian kita semua utamanya oleh penyelenggara.
Pada perspektif etik, apabila ada perilaku calon kepala daerah yang bertentangan dengan aturan hukum serta tidak mendapatkan penegakkan hukum bisa menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap upaya pengawasan yang dilakukan penyelenggara yang berdampak terhadap kepercayaan masyarakat atas kualitas penyelenggaraan Pilkada itu sendiri.
Uraian berdasarkan dinamika, dengan memperhatikan fenomena yang terjadi diatas kiranya patut kita waspadai akan hadirnya gejala hipotetik atau kecenderungan yang bisa saja terjadi didaerah manapun di nusantara ini dengan kemunculan aktor-aktor penjahat yang dimulai ditahapan dan level paling bawah.
Dengan peran sebagai perampok atau penjarah sumber-sumber kekayaan publik, pencipta kebobrokan sebagai bibit karena situasi yang melenceng dari cita-cita pendiri bangsa sebagai salah satu dampak lemahnya penegakkan hukum yang menjadi catatan atas kegagalan mamahami ataupun melaksanakan nilai demokrasi yang bertransformasi hingga ketingkat daerah yang telah dibangun sebelumnya dengan kemunculan munculnya bibit-bibit praktik-praktik korupsi masif yang menciderai kepentingan umum dengan membunuh harapan-harapan rakyat untuk bisa merasakan kemakmuran dan kesejahteraan secara bersama dan merata, dan hal ini semua dimulai dilingkup dan dan hal kecil.
Ketidakpedulian akan hal tersebut dapat menggerogoti dan merusak tatanan serta nilai sjuga konsep yang telah ada sebelumnya
Tanpa bermaksud menyudutkan apalagi menyalahkan satu kelompok lalu bersikap tendensisus pada golongan tertentu yang ada didaerah di helatan kontestasi Pilkada ini, kiranya hal diatas adalah bentuk evaluasi dan empati sekaligus kritik membangun buat kita semua terhadap pelaksanaan Pilkada yang berintegritas sebagai wadah lahirkan pemimpin yang berkualitas.
Tentang Pilihan cukup dua saja yang menjadi alasan
Pertama, kita tidak berhutang penjelasan apapun pada siapapun perihal pilihan yang kita pilih
Kedua, sebab pada akhirnya hasil baik dari apapun yang kita pilih dengan sendirinya akan menjelaskan semuanya.
*) Penulis adalah Akademi dan Ketua Jambi Perdha Riset & Edukasi (JAPRI)
Dorong Program Pengembangan SDM, Gubernur Lantik Kepala Sekolah dan Pejabat Fungsional
DPD PDIP Jambi Doa Bersama, Potong Tumpeng hingga Tanam Pohon
Oknum Pembina Pramuka Cabuli 9 Siswi Diringkus Polres Batanghari
BPJN Sebut Jembatan Tembesi Terancam Ambruk Akibat Hantaman Tongkang Batu Bara
Tongkang Batu Bara Hantam Tiang Fender Jembatan Tembesi Lagi, PPTB Siap Tanggung Jawab
Komitmen Berantas Narkoba, Lapas Jambi Bersinergi bersama Ditresnarkoba Polda Jambi
Humanisme Sebagai Role Model Inovasi Kepemimpinan Daerah Era Disrupsi