*) Oleh Ahmad Khumaidi
Guru merupakan profesi yang sangat mulia. Tak hanya mulia, guru juga dicap sebagai profesi tertua di dunia. Bahkan lebih dulu dibandingkan arsitek yang baru ada setelah manusia tak lagi tinggal di gua.
Profesi guru sudah ada sejak manusia mampu berpikir dan mengenal ilmu pengetahuan. Sepanjang sejarah kehidupan manusia, guru selalu eksis di tengah masyarakat. Ia mengajarkan berbagai ilmu dan pengetahuan untuk mempermudah manusia menjalankan kehidupannya. Tak ada satu pun tokoh besar di dunia yang terlahir tanpa tunjuk ajar dari seorang guru.
Profesi dan posisi guru sangat dihormati dan masuk dalam kategori golongan priyayi. Bahkan, derajat guru dalam masyarakat terkadang lebih tinggi dibanding konglomerat. Secara ekonomi pun, penghasilan guru sangat memadai bahkan lebih. Seorang murid tidak memiliki keberanian untuk menjawab apalagi membantah guru. Tapi itu dulu.
Posisi guru kini berubah drastis. Guru tidak ada lagi bedanya dengan profesi lain. Tak sedikit murid yang kini kurang hormat, membantah, bahkan berlaku tak pantas pada gurunya. Guru bahkan tidak bisa berbuat banyak jika ada muridnya melakukan pelanggaran karena ada ketakutan berurusan dengan hukum.
Sebut saja kasus yang sempat viral baru-baru ini, seorang guru agama berinisial AS yang mengajar di salah satu SMK di Taliwang, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB) dilaporkan oleh siswanya berinisial A ke polisi karena mengajak anak didiknya untuk shalat.
Kemudian kejadian yang terjadi pada 9 Desember 2022 yang lalu, seorang guru wanita di SMA Negeri 1 Kota Bengkulu, berinisial SV (41) yang menjadi korban penganiayaan dan dipukul menggunakan alat briket oleh seorang siswa berinisial ST murid kelas 11 SMA Negeri 1 Kota Bengkulu.
Miris. Mungkin itu kata yang pantas dalam melihat dua dari banyak kasus konflik antara guru dan murid. Namun itulah kenyataan yang tak bisa dipungkiri dan mungkin saja akan terus berulang.
Kedudukan PP Nomor 19 Tahun 2017 dan UU Nomor 14 Tahun 2005 ?
Pada dasarnya pemerintah telah mengantisipasi gesekan antara murid dan guru. Buktinya pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2017 Tentang Guru dalam pasal 39 yang menjelaskan bahwa guru memiliki kebebasan memberikan sanksi kepada peserta didiknya yang melanggar norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, peraturan tertulis maupun tidak tertulis yang ditetapkan guru, peraturan tingkat satuan pendidikan, dan peraturan perundang-undangan dalam proses pembelajaran yang berada di bawah kewenangannya.
Dalam peraturan pemerintah ini dijelaskan juga bahwa sanksi yang dimaksud dapat berupa teguran dan/atau peringatan, baik lisan maupun tulisan, serta hukuman yang bersifat mendidik sesuai dengan kaedah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan.
Tak hanya itu, PP Nomor 19 Tahun 2017 ini juga menjelaskan terkait pemberian sanksi kepada peserta didik yang sifatnya berada di luar kewenangan guru, maka dilaporkan kepada pemimpin satuan pendidikan untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bahkan, sebelum terbitnya PP Nomor 19 Tahun 2017 ini, pemerintah telah lebih dulu mengesahkan Undang-undang (UU) Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pada pasal 39 ayat 1 yang secara tegas menyatakan bahwa pemerintah, pemda, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas.
Pertanyaan berikutnya yang mengusik penulis adalah sejauh mana kedudukan PP Nomor 19 Tahun 2017 dan UU Nomor 14 Tahun 2005, sehingga dalam praktiknya masih ada saja guru yang dilaporkan oleh orangtua murid ke pihak berwajib tanpa melewati prosedur yang telah diatur oleh PP Nomor 19 Tahun 2017 dan terkesan mengangkangi UU Nomor 14 Tahun 2005.
Apakah kedudukan PP Nomor 19 Tahun 2017 dan UU Nomor 14 Tahun 2005 kalah tenar dengan UU No. 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak. Sehingga masyarakat lebih mengenal undang-undang perlindungan anak dan mengabaikan UU Nomor 14 Tahun 2005 yang terang menyatakan bahwa masyarakat dalam hal ini wali murid merupakan orang yang wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas.
Walaupun lahirnya undang-undang perlindungan anak berdampak positif dalam memberikan jaminan hukum kepada murid untuk mengikuti pembelajaran di satuan pendidikan, namun tanpa disadari ternyata undang-undang perlindungan anak seolah-olah menimbulkan dampak negatif karena terkesan memberikan imunitas bagi siswa dan orang tua/wali yang merasa menjadi korban terhadap tindak kedisiplinan yang dilakukan oleh satuan pendidikan.
Tak heran jika dalam praktiknya marak terjadi pelaporan terhadap guru oleh wali murid, walau terkadang karena hal sepele yang jika itu dilakukan sebelum lahirnya undang-undang perlindungan anak bisa jadi merupakan hal yang biasa.
Polemik yang terjadi ini pastinya tidak akan menyurutkan semangat jiwa para guru dalam mendidik. Terlepas dari berbagai persoalan yang terjadi akhir-akhir ini, guru mempunyai tugas tambahan yang tak kalah penting yakni meyakinkan anak didik bahwa apa yang dilakukannya adalah demi kebaikan.
Selanjutnya pemangku kepentingan memikirkan bagaimana batasan yang lazim dalam upaya mendisiplinkan murid sehingga guru tidak khawatir dengan pola didik yang diterapkannya.
Sebagai penutup, penulis ingin mengutip perkataan Ali bin Abi Thalib dalam kitab Ihya Ulumuddin yang menyatakan bahwa dia adalah hamba atau budak bagi siapapun yang mengajarkan ilmu kepadanya, walau hanya satu huruf.
Begitu mulianya posisi seorang guru, sampai-sampai khalifah keempat yang juga sepupu Nabi Muhammad ini sangat menghargai jasa seorang guru.
Pada akhirnya penulis ingin mengajak kita semua untuk merefleksi diri sejenak bahwa apa yang kita dapatkan hari ini merupakan buah didik dari para guru yang telah mengajarkan kita mulai mengenal huruf abjad hingga lancar menulis dan membaca. Sudah selayaknya kita menghargai dan menempatkan guru di posisi istimewa seperti diawal kemunculannya.
Selamat Hari Guru Nasional (HGN) 2023 dan HUT ke-78 Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).
*) Penulis adalah pegawai Pengadilan Agama Bangko
Diduga Pajak Negara Dari Sektor Perkebunan Sawit Bocor Hingga Rp300 Triliun
Pemprov Jambi Dukung Rakorda Sensus Pertanian 2023 Demi Rancang Masa Depan Indonesia yang Berdaulat
DPRD Kota Jambi Ingatkan Studi Tiru Kepsek ke Luar Negeri Jangan Terjadi Lagi
PDIP Pecat Akmaluddin Dari Keanggotaan Partai, Langsung Diusulkan PAW Dari Posisi Anggota DPRD Jambi
Jalan Teluk Nilau-Senyerang Mulus, Warga: Terimakasih Pak Haris
2,7 Juta Surat Suara untuk Pilgub Tiba di Jambi, Langsung Didistribusikan ke Kabupaten/Kota