Google Cloud Perkenalkan Pelacak Jejak Karbon dan Citra Satelit

Rabu, 13 Oktober 2021 - 11:27:40 WIB

IMCNews.ID, Jakarta - Google akan memberi tahu pelanggan cloud-nya tentang emisi karbon dari penggunaan cloud mereka dan membuka citra satelit kepada penggunanya untuk analisis lingkungan.

Mengutip Reuters, Rabu, upaya ini adalah sebagai bagian dari dorongan untuk membantu perusahaan melacak dan memotong anggaran karbon.

Fitur-fitur baru tersebut termasuk di antara pengumuman yang dibuat Google Cloud pada hari Selasa (12/10) waktu setempat untuk memulai konferensi pelanggan tahunannya, yang diadakan secara virtual tahun ini karena pandemi.

Penyedia cloud terkemuka seperti Google, Microsoft Corp dan Amazon.com Inc telah bersaing dalam penawaran teknologi mereka yang keberlanjutan selama bertahun-tahun.

Mereka bertujuan untuk melayani perusahaan yang berada di bawah tekanan dari pemangku kepentingan untuk memikirkan kembali operasi sehubungan dengan perubahan iklim.

Alat pelaporan jejak karbon baru Google, serupa dengan yang telah disediakan Microsoft, menunjukkan emisi yang terkait dengan listrik yang digunakan untuk menyimpan dan memproses data pelanggan.

Selain itu, Google sekarang akan memperingatkan pelanggan ketika mereka membuang-buang energi untuk layanan cloud yang tidak aktif.

Penawaran pemetaan baru, Google Earth Engine, telah digunakan oleh puluhan ribu peneliti, pemerintah, dan kelompok advokasi sejak 2009. Namun, Google sekarang mengizinkan bisnis dalam layanan tersebut, yang mencakup banyak kumpulan data geospasial besar seperti Landsat dan perangkat lunak yang dibutuhkan untuk menganalisis. Amazon memiliki inisiatif serupa.

"Ini adalah sesuatu yang sekarang kami sadari dapat diterapkan pada banyak peluang komersial ini," kata direktur teknis di Google Cloud, Jen Bennett.

Menurut Google, Earth Engine dapat membantu memastikan rantai pasokan berkelanjutan dan memprediksi tantangan operasi dari cuaca ekstrem.

Unilever Plc, yang menguji teknologi selama 12 bulan terakhir, meneliti sumber minyak sawitnya di Indonesia, meskipun tidak dapat dipelajari apakah hal itu menyebabkan perubahan praktik. (IMC02/Ant)



BERITA BERIKUTNYA