IMCNews.ID, New York - Minyak jatuh dua dolar lebih pada akhir perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB), ke tingkat terendah dalam tiga minggu, di tengah kekhawatiran bahwa lonjakan kasus COVID-19 di Asia akan mengurangi permintaan minyak mentah dan kekhawatiran inflasi AS dapat mendorong Federal Reserve memperlambat pertumbuhan ekonomi dengan menaikkan suku bunga.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Juli tergelincir 2,05 dolar AS atau 3,0 persen, menjadi ditutup pada 66,66 dolar AS per barel. Sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Juni terpangkas 2,13 dolar AS atau 3,3 persen, menjadi menetap di 63,36 dolar AS per barel.
Itu adalah penutupan terendah untuk kedua kontrak acuan sejak 27 April.
Pedagang juga mengutip rumor bahwa pembicaraan nuklir Iran membuat kemajuan, yang dapat meningkatkan pasokan minyak mentah global dan menekan harga.
Pada Selasa (18/5/2021) Brent naik ke level tertinggi 10 minggu di atas 70 dolar AS per barel dalam perdagangan intraday di tengah optimisme permintaan minyak akan melonjak dengan dibukanya kembali ekonomi AS dan Eropa.
Namun, Brent kembali mundur di tengah kekhawatiran perlambatan permintaan bahan bakar di Asia di mana melonjaknya kasus COVID-19 mendorong pembatasan baru di India, Taiwan, Vietnam dan Thailand.
"Gambaran permintaan global mungkin yang paling terpecah sejak dimulainya pandemi, dengan gambaran permintaan yang membaik di Barat versus prospek yang memburuk di Asia," kata Sophie Griffiths, analis pasar OANDA, mencatat gambaran beragam membuat volatilitas di pasar.
Analis mengatakan Iran dapat menyediakan sekitar 1 juta hingga 2 juta barel per hari (bph) tambahan pasokan minyak jika kesepakatan tercapai.
Wakil Perdana Menteri Rusia Alexander Novak mengatakan harga minyak stabil dan pasar kira-kira seimbang.
Spekulasi bahwa Fed mungkin menaikkan suku bunga membebani prospek pertumbuhan ekonomi dan mendorong investor untuk mengurangi eksposur terhadap minyak dan komoditas-komoditas lainnya, bitcoin dan mata uang kripto lainnya, serta saham.
Sejumlah "pejabat Fed tampaknya siap untuk mulai mempertimbangkan perubahan kebijakan moneter berdasarkan kemajuan pesat lanjutan dalam pemulihan ekonomi, menurut risalah pertemuan bank sentral AS pada April. Data sejak saat itu mungkin telah mengubah lanskap.
Dolar AS, sementara itu, menguat terhadap sekeranjang mata uang sehari setelah ditutup pada level terendah sejak Januari. Dolar yang lebih kuat dapat membebani harga minyak karena membuat komoditas lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.
Harga minyak turun meskipun data AS menunjukkan persediaan minyak mentah 1,3 juta barel lebih kecil dari perkiraan, penurunan stok bensin 2,0 juta barel lebih besar dari perkiraan dan peningkatan penggunaan bensin 5,0 persen ke tingkat sebelum pandemi.
Permintaan bensin AS melonjak menjadi 9,2 juta barel per hari pekan lalu, tertinggi sejak Maret 2020.
"Mengingat bahwa orang-orang mengisi tangki dan jerigen dengan bensin (karena penutupan Colonial Pipeline) ... Saya perkirakan jumlah permintaan bensin akan dikupas minggu depan," kata John Kilduff, mitra di Again Capital LLC di New York, mengacu pada penutupan atas pipa produk minyak Colonial baru-baru ini setelah serangan siber. (IMC02/Ant)
Perjalanan Karir Kombes Pol Agus Tri Waluyo, Dirpolairud Polda Jambi dengan Segudang Pengalaman
Gandeng KPK Dalam Pelaksanaan Haji, Menag: Kami Tak Ingin Ada Penyimpangan
Sudirman Bantah Pemprov Jambi Defisit Anggaran Dalam Tiga Tahun Terakhir
Wow, Transaksi Judi Online Capai Rp283 Triliun Sepanjang 2024
KPU Siapkan 12.782 Alat Bantu Tuna Netra di TPS Untuk Pilkada 2024